Daddy’s Car – the Cardigans
We took off that sunny day
packed our things and went away
me and friends in daddy's car
to find out how summers are
found a card to send from wherever we went
From Luxembourg to Rome
from Berlin to the moon
from Paris to Lausanne
from Athens to the sun
our car became a spacecraft
flashing through the world
crashed down in Amsterdam
We'll take off some rainy day
pack our things and go away
families and hotelbars
to find out how summers are
find a card to send to some really old friends
Ah, lagu ini Eropa sekali ya. Bikin kangen :)
Walaupun saya belum pernah ke Berlin, Athens dan Luxembourg, tetapi alhamdulillah sudah mabrur perjalanan from Paris to Lausanne. Salah satu perjalanan yang susah dilupakan.
Sebenernya perjalanan ‘From Paris to Lausanne’ ini terancang dengan ga sengaja. Libur paskah di depan mata, Ganda dan Tandang sibuk merojok-rojok untuk pergi ke Paris. Oh guys, I’ve been to Paris, it was bloody cold there. Tapi dasar saya orangnya ga tegaan, ya baiklah kita book tiket ke Paris naik bis. Eh, tiba-tiba cowok Swiss menelpon, dan mengajak liburan di tempatnya. Dasar ga tegaan sama cowok ganteng, ya baiklah kita ke Lausanne juga. Cari-cari tiket dari Paris ke Lausanne, kali ini mari kita rada gayaan, let’s go by TGV!
Perjalanan ke Paris berjalan lancar, walaupun sesampainya di Paris sempat kebingungan mencari Iwan, temannya Ganda. Tapi di tengah kebingungan ini, saya malah menikmati sudut-sudut kota Paris. Memang ada Eiffel, Notre Dame, Louvre dan ratusan objek wisata lainnya disini, tapi marilah kita duduk di salah satu cafe, menyesap secangkir kopi dan makan roti bulan sabit. Atau berjalan-jalan di antara lorong kota Paris, menikmati jalur Metro-nya yang sangat bersahabat, foto-foto dengan latar belakang bangunan keseharian kota Paris. Paris memang cantik, dan saat awal musim semi, dia ga sedingin itu kok :)
Ganda dan Tandang selanjutnya diasuh oleh Iwan, sementara saya pergi ke stasiun Gare Lyon untuk terus ke Lausanne. Dengan tiket TGV di tangan, saya antusias sekali. TGV itu semacam high-speed train, dan kereta untuk jalur Paris-Lausanne termasuk salah satu high-speed train tertua di Eropa, bentuknya klasik dan speed-nya tentu saja tidak sengibrit ICE-nya Jerman. Saya memang penggemar berat kereta, rasanya enak naik kereta, bisa lihat-lihat pemandangan sambil baca buku. Ga usah melalui prosedur cek-in yang berlebihan, tinggal hop-in hop-off, dan bayar tentunya.
Tentu saja, saya duduk di sebelah jendela, tepat berhadapan dengan bapak-bapak Prancis yang ramah. Dia mengajak saya ngobrol, tapi karena saya ga bisa bahasa Prancis dan dia kurang mahir berbahasa Inggris, maka kami mengobrol dengan bahasa Spanyol seadanya. Hihihi. Kami makan siang bareng. Bapak itu membawa roti yang panjang sementara saya makan croissant. Dia menawari saya roti-nya yang nampak menggiurkan, tapi saya menggeleng. Berikutnya dia mengeluarkan sebotol wine, kembali menawari saya dan tentunya kali ini saya mengangguk dengan antusias.
Selesai makan, si Bapak tidur sementara saya dengan ajaibnya ga bisa tidur. Abis gimana dooong, itu sepanjang jalan pemandangannya indaaaaah banget. Selama 4 jam kereta melintasi kaki Alpen, kereta meliuk-liuk melewati pedesaan dimana rumah-rumah mungilnya menggemaskan sekali deh. Sisa-sisa salju nampak (atau memang salju abadi ya? Tau deh, hehe), namun kuncup-kuncup bunga sudah bermunculan. Hari itu begitu cerah, saya duduk manis dengan pipi nempel di kaca jendela dan menikmati hangatnya sinar matahari membelai muka. Rasanya senang sekali, sukses melewati musim dingin yang menggigit, dan disuguhi pemandangan awal musim semi yang seindah itu.
Perfect endingnya adalah, dijemput cowok ganteng di stasiun Lausanne.
Not-so-perfect endingnya, di belakangnya ada seorang cewek India.
Anyway, liburan paskah berjalan cukup menyenangkan walaupun diwarnai kekisruhan cewek India. Kami sempat piknik berdua di bukit Lausanne dan mengunjungi kakeknya yang spontan memanggang biskuit pisang buat saya. Enak deh. Lausanne itu cantik sekali dan rumah cowok Swiss ini terletak di pedesaan, manis sekali semanis yang punya, ihiw. Akhir cerita, seperti kata Nina Persson, saya pun crashed down in Amsterdam. Karena kantong menipis maka beli tiket budget airlines dari Geneva ke Amsterdam. Sampai di Amsterdam saya menarik napas lega. Musim dingin sudah lewat, dan musim semi ada di depan mata. Pasti masih banyak cerita bahagia :)