Wednesday, 30 June 2010

Travel to places and meet the faces

Catatan dari suatu malam di bulan February 2010, Enschede.

Baiklah, sebelum menulis hal-hal yang essensial, gw mo curhat dulu ya.

Ini terpicu oleh pembicaraan di kamar si abang tadi petang menjelang malam. Yang tadinya ngomongin susahnya kuliah disini sama udara minggu depan yang menurut ramalan cuaca akan minus lagi (yeah right, minus lagi sodara-sodara. Mau jadi apa negara ini kalo minus terus? Hihihii…), tiba-tiba pembicaraan berbelok arah ke kerjaan masing-masing di Indonesia. Karena setelah bersusah-susah kuliah disini, toh pada akhinya harus kembali ke kenyataan untuk kerja di Indonesia, yang belum tentu ga tambah susah :P Kok hidupnya berat amat ya, susah melulu. Nyanyi lagu Sometimes Life Isn’t Easy lagi ah. Hehe…
Loh distrek.

Baiklah, bicara soal kerjaan. Ada yg PNS, dosen dan saya pengangguran. Ketika ditanya, “Loh nanti ga punya kerjaan?” saya mengangguk senang, mereka menatap sedih. Kemudian disarankan untuk ikut2 lamar tempat mereka kerja. Gw cuma manyun. Kemudian mereka bicara soal enaknya kerja di institusi mereka, gaji oke (ternyata jauh lebih gede daripada yang saya bayangkan loh!), dan banyak kesempatan berbisnis sana sini, dan tentu saja tunjangan hampir seumur hidup.
Mereka masih sibuk bincang-bincang soal nominal proyek dan apa enaknya jadi structural atau fungsional, saya malah jadi ngelamun, menatap ke luar jendela dan sayang tidak ada salju. Lho kok malah salju.
Hehe.

Terpikir soal kerjaan dan cita-cita, yang mana selalu mendapat porsi besar di hidup saya. Tapi nanti kan ga punya kerja sementara? Hehe. Entah kenapa, saya rasanya berbahagia sekali akan punya masa-masa menganggur sementara. Bukannya ga pingin kerja, tapi semenjak 4 tahun yang lalu saya kerja ga brenti-brenti. Libur ada sih, tapi ya paling lama juga 2 minggu. Dan mendapat title pengangguran sementara ini rasanya harus disyukuri. Mudah-mudahan ga lama ya. Terus buat apa disyukuri? Ya buat kontemplasi. Haha… Saya ini kok hobby amat kontemplasi. Tapi bener kok. Break yang akan segera datang ini, rasanya tepat banget buat mikirin, mau ngapain toh selanjutnya. Jarang-jarang kan?

Sementara nominal-nominal itu sudah mencapai angka 30 juta per proyek pengukuran dua hari. Kesimpulan-kesimpulan mulai muncul, mau jadi apa juga ga masalah toh yang penting perut terpuaskan.
Saya tambah kenceng memandang ke luar jendela yang ajaibnya sangat sepi di hari Sabtu. Kenapa oh kenapa, tiba-tiba ide itu terdengar sangat ‘lame’ di telinga gw. Begitu banyak yg bisa dilakukan di dunia ini, tapi kenapa semua atas nama uang? Loh, bukannya ga pingin kerja dengan gaji gede, tapi…

Angan kembali melayang ke masa-masa bekerja dulu. Secara financial memang saya ga pernah kekurangan sih. Alhamdulillah, selalu barokah. Tapi yang membuat saya bertahan justru setiap harinya. Iya, bener. Saya ga pernah lupa masa-masa dimana saya selalu bangun pagi dengan semangat lalu mandi lalu yoga dan ga sabar pingin nyampe kantor. Ga sabar pingin ketemu rekan kantor dan menyelesaikan tugas hari ini. Terdengar aneh, tapi rasanya saat itu hidup begitu berarti *lirik lirik mantan bos yang selalu mengintip postingan. Makasih banyak ya :)*
Mudah-mudahan bukan gajinya ya. Karena walaupun pernah telat digaji selama 3 bulan, saya tetap rajin ngantor tuh. Dengan harapan akan kaya mendadak. Hahahha. Wae.

Yah, jelaslah bukan masalah nominal imbalan pengukuran atau apakah saya bisa saving buat beli rumah. Karena terbukti saldo tabungan habis buat belanja buku (yang lalu ga dibaca) dan melihat tempat-tempat lain alias jalan-jalan. Dan boleh ya bilang, saya sangat suka pekerjaan saya dulu. Ya ya, boleh ya? Karena gimana ga suka, saya ini agak terobsesi milih-milih warna dan bikin lay out. Dan pekerjaan saya dulu itu membuat saya travel to places and meet faces. Rasanya itu sangat-sangatlah mahal harganya. Bertemu orang-orang yang mendatangkan banyak inspirasi, rasanya jadi tak ternilai. Dari mulai bos yang ngajarin mabuk (loh kok malah ga bener), rekan kerja yang asik buat berdiskusi, supir yang lucu banget sekaligus tempat curhat paling oke, sampai orang-orang yang hanya lewat sekelebat tetapi beberapa kalimatnya sangatlah membekas dan memicu saya untuk selalu menjadi lebih baik.  
 
Mungkin saya naive, karena uangnya memang cuma numpang lewat doang di tabungan. Tapi selama itu saya, alhamdulillah, tidak pernah merasa kekurangan. Ajarkanlah saya untuk lebih rajin menabung ya. Dan lebih lagi, ajarkanlah saya juga untuk menabung yang bukan uang. Juga bukan emas-emas. Karena terbukti saya rajin sekali menabung Mas-Mas. Hahahha. 

6 comments:

  1. beib.. ada yang perlu di koreksi.. bukan menabung mas-mas tapi koleksi bolang (alias borondong jalang) hahaha
    ah beib... memang kadang2 nikmat kok pengangguran ituh.. tappiiiii saya pun ngin tabungan saya berdigit 12 (dalam rupiah yaa kalo yuro kebanyakan beib) meski kata si duit "permisiiii numpang lewat, sambil menunduk-nunduk "

    ReplyDelete
  2. oh
    tapi
    tapi

    *gigit pantat pm* (lho kok jadi gigit pantat om sih)

    ReplyDelete
  3. Well, katanya yg paling penting bukan jumlahnya Dit tapi bagaimana menikmatinya :)

    ReplyDelete
  4. xixixixi akhirnya menulis dalam bahasa.....weird prinsip saya pun sampe hari ini sama : bukan ditakdirkan jadi orang yang bakal beli rumah dari hasil kerja ....wakakakakak

    ReplyDelete
  5. saya sangat setuju sekali!!!! ohhhh ternyata saya tidak sendiri ketika saya berpikir: saya sangat menikmati pekerjaan saya tanpa mengeluhkan tentang pemasukan yang...ehem ehem...ya numpang lewat tadi...hehehe hidup hedonist! loh???

    ReplyDelete
  6. uh...sama Dit..punya cita - cita untuk break kerja 2 tahun nih..nabung dulu buat modal
    btw apa kabar..maaf lahir batin ya Dit

    ReplyDelete